SURYABHUMI: Inovasi Remaja Dalam Mendukung Pertanian Berkelanjutan di Kabupaten Nganjuk


Remaja adalah harapan bagi masa depan suatu bangsa. Peran mereka sebagai agen perubahan bukan hanya sebuah ungkapan, melainkan suatu tanggung jawab nyata yang bisa diaktualisasikan melalui tindakan dan kontribusi terhadap masalah-masalah yang ada di masyarakat. Dalam menghadapi tantangan global dan lokal yang beragam, partisipasi remaja di sektor penting seperti pertanian sangatlah penting. Dalam konteks ini, kami, sekelompok pelajar di Kabupaten Nganjuk, merasa terpanggil untuk berpartisipasi dalam mencari solusi. Kabupaten Nganjuk yang merupakan salah satu sentra pertanian di Jawa Timur, terutama bawang merah. Dengan potensi yang ada, ada beberapa permasalahan yang kerap dialami para petani seperti serangan hama. Serangan hama ini menjadi salah satu dampak kerugian yang dialami oleh petani sebab hasil yang di dapatkan dapat mengganggu kualitas panen dan hal tersebut berpengaruh pada stabilitas harga komoditas lokal.

Menyaksikan kenyataan ini, kami merasa tidak bisa hanya diam saja. Sebagai siswa yang memiliki pengetahuan yang didapat di sekolah, kami yakin bahwa ilmu pengetahuan dapat menjadi sarana untuk mengatasi masalah nyata. Maka, terbentuklah tim RAGASA (Rakitan Tenaga Surya), sebuah kelompok inovasi yang kami dirikan

dengan bimbingan guru fisika yang mendukung metode pembelajaran berbasis proyek dan eksplorasi teknologi terapan. Inovasi ini muncul dari kepedulian kami terhadap isu lokal, sekaligus sebagai respons terhadap insiden petani yang mengalami sengatan listrik akibat penggunaan perangkap hama tradisional di Nganjuk. Semua ini bermula dari pengamatan sederhana: serangga terlihat sangat tertarik pada cahaya malam. Fenomena ini sering kami amati di rumah maupun di sawah. Ketertarikan ini mendorong kami untuk menyelidiki lebih lanjut. Kami kemudian melakukan penelitian kecil-kecilan di area Sukomoro, dengan dukungan dari jurusan Fisika ITS Surabaya. Dalam penelitian itu, kami memasang lampu dengan berbagai warna untuk menguji seberapa besar pengaruh warna cahaya terhadap daya tarik serangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lampu ungu paling efektif dalam menarik serangga, sementara lampu merah menunjukkan respons yang paling rendah. Temuan ini menjadi landasan untuk desain alat kami. Jika serangga paling tertarik pada warna ungu, maka alat perangkap hama harus menggunakan cahaya ungu sebagai daya tarik utama.

Dari penelitian tersebut, saya bersama teman-teman serta didampingi guru fisika menciptkan dan mengkolaborasikan hasil penelitian tersebut menjadi suryabhumi, yang mana nama tersebut diambil dari kata "Surya" (matahari) dan "Bhumi" (bumi), berartikan energi matahari dan kesadaran lingkungan (cinta lingkungan). Alat yang digunakan adalah alat yang kerap kita jumpai dikehidupan sehari-hari, seperti botol bekas sebagai wadah, plastik yang dilapisi lem tikus untuk

menangkap serangga, dan lampu LED ungu sebagai sumber cahaya. Berbeda dengan metode konvensional yang menggunakan minyak goreng atau oli, Suryabhumi memanfaatkan lem agar tidak mencemari tanah. Jika oli tumpah ke lahan, akan merusak kandungan hara dan berkontribusi pada kerusakan tanah pertanian. Penggunaan lem lebih aman, bersih, dan mudah untuk diganti. Cukup dengan menukar plastik saat sudah penuh serangga, alat ini siap digunakan kembali.

Salah satu tantangan utama dalam penggunaan perangkat elektronik di lahan pertanian adalah keterbatasan akses terhadap listrik. Banyak lokasi sawah terletak di daerah terpencil yang tidak terhubung dengan jaringan PLN. Oleh sebab itu, kami memutuskan untuk menggunakan panel surya sebagai sumber energi utama. Panel tersebut menangkap sinar matahari pada siang hari dan menyimpannya di dalam baterai. Sistem ini dirancang untuk berjalan secara otomatis: pada siang hari, sensor cahaya akan mematikan lampu dan mengalihkan energi untuk mengisi baterai. Ketika malam datang, sensor akan menyalakan lampu LED ungu menggunakan energi yang telah disimpan. Penggunaan arus searah (DC) dari panel surya membuat alat ini lebih aman, sehingga mengurangi risiko kejadian kesetrum yang pernah dialami oleh petani akibat pemakaian alat bertegangan tinggi. Biaya pembuatan alat ini cukup terjangkau. Komponen dasarnya terdiri dari panel surya kecil, lampu LED, baterai yang dapat diisi ulang, dan botol bekas. Kami hanya memerlukan dana sekitar Rp 100. 000–150. 000 per unit, jauh lebih ekonomis dibandingkan penggunaan pestisida atau perangkap listrik bertegangan tinggi. Selain itu, karena tidak memakai bahan kimia, alat ini tidak meninggalkan residu berbahaya di tanah atau tanaman. Sebuah lampu kecil, misalnya, hanya memerlukan biaya operasional sekitar Rp 5. 000 per bulan, jauh lebih hemat dibandingkan lampu sorot besar yang bisa mencapai Rp 110. 000 setiap bulannya. Biaya rendah ini membuat Suryabhumi menjadi solusi yang terjangkau dan berkelanjutan bagi petani kecil.

Penggunaan Suryabhumi di beberapa lahan pertanian di lingkungan sekitar telah menunjukkan hasil yang positif. Serangan hama menurun drastis, dan hasil panen pun berkualitas. Alat ini dapat mengurangi ketergantungan petani pada pestisida kimia, yang selain mahal juga membahayakan kesehatan lingkungan. Selain itu, dari proyek ini mampu meningkatkan kesadaran dan kerjasama sosial. Kami, sebagai generasi muda belajar banyak tentang pentingnya kolaborasi, tanggung jawab, dan kepedulian terhadap lingkungan. Bimbingan dari guru dan kerjasama dengan institusi pendidikan tinggi seperti ITS juga telah memperkaya pengalaman kami dalam bidang riset dan inovasi.

Bagi kami, Suryabhumi lebih dari sekadar alat untuk menangkap hama. Ini adalah simbol bahwa ilmu fisika dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata. Bahwa apa yang diajarkan di kelas bukanlah sekadar teori, namun dapat menjadi alat untuk perubahan jika diterapkan dengan kepedulian sosial. Kami percaya, inovasi tidak perlu mahal dan rumit. Ternyata, hal-hal besar dapat dimulai dari pengamatan sederhana, keinginan untuk belajar dan keberanian untuk mencoba merupakan kunci utama. Proyek ini menjadi bukti bahwa remaja mampu menjadi agen perubahan jika diberikan ruang, kepercayaan, dan dukungan yang tepat. Kedepannya, kami berharap Suryabhumi dapat disempurnakan dan digunakan lebih luas oleh petani di daerah lain. Saya juga berharap bahwa semangat kolaboratif dan inovatif dari tim RAGASA bisa menginspirasi generasi muda lainnya untuk aktif terlibat dalam pembangunan berkelanjutan, terutama di sektor pertanian. Melalui Suryabhumi, kami ingin

menyampaikan pesan: bahwa masa depan pertanian Indonesia ada di tangan generasi muda. Dan bahwa dengan ilmu pengetahuan, kepedulian, serta kerjasama kita dapat menanam harapan, bukan hanya memanen hasil.

Posting Komentar untuk "SURYABHUMI: Inovasi Remaja Dalam Mendukung Pertanian Berkelanjutan di Kabupaten Nganjuk"

DomaiNesia