Griselda Awwaluna Rosyidah |
Pernikahan merupakan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang diakui secara hukum dan agama. Sedangkan menurut Ulama Syafi’iyah pernikahan ialah suatu perjanjian yang memperbolehkan hubungan kelamin disertai lafad nikaha. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 terkait pernikahan (perkawinan),“Perkawinan atau pernikahan adalah sebuah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang kekal dan bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Dari beberapa definisi diatas dapat disimpukan bahwa pernikahan adalah suatu ikatan yang dilandasi suatu perjanjian secara lahir dan batin yang tujuannya adalah membentuk keluarga yang kekal dan bahagia serta diakui secara hukum dan agama berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Bicara mengenai pernikahan, di Indonesia yang tengah menjadi perbincangan adalah pernikahan usia dini. Adapun istilah Internasional pernikahan dini dikenal dengan child marriege atau early marriege. Maksudnya pernikahan yang terjadi pada anak dibawah umur 18 tahun. Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF) menyatakan bahwa pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilaksanakan secara resmi atau tidak resmi yang di lakukan sebelum usia 18 tahun. Sedangkan menurut Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 pasal 6 dan 7 yang masih di gunakan sampai saat sekarang menetapkan usia pernikahan yang tepat untuk anak laki-laki 19 tahun dan wanita 16 tahun, namun pada tahun 2014 Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menetapkan usia minimum pernikahan 25 tahun pada laki-laki dan 21 tahun pada wanita. Di Indonesia angka capaian pernikahan dini di kalangan remaja sebanyak 45,38% (BKKBN, 2015) dan angka ini nomor 2 tertinggi di Negara ASEAN setelah Negara Kamboja (UNICEF, 2014). Hal ini di sebabkan karena ada-nya banyak faktor yang melatarbelakangi pernikahan dini, misal-nya kemiskinan, dan rendah-nya tingkat pendidikan serta pergaulan bebas.
Berbicara mengenai pernikahan dini tentu-nya tidak terlepas dengan generasi muda yang lahir pada tahun 1996-2012 atau biasa dikenal dengan istilah Generasi Z (Gen Z). Gen Z sendiri berasal dari kata Zoomer karena mereka lahir dan tumbuh bersamaan dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Gen Z juga rata-rata berasal dari orang tua Gen X (yang lahir antara tahun 1965 dan 1980), sehingga secara generasi kita dapat menyimpulkan bahwa ada selisih jarak 2 generasi dari orang tua dan anak mereka sebagai Gen Z. Seperti pada umum-nya Gen Z juga memiliki beberapa karakteristik, berikut adalah karakteristik Gen Z yang di kutip dari berbagai sumber: Tech Savvy (Mahir Teknologi), suka berkomunikasi secara maya, suka mengumbar privasi, mandiri, toleran, serta memiliki ambisi.
Dari salah satu karakteristik Gen Z diatas dapat diketahui bahwa mereka mandiri, itu artinya mereka menyukai kebebasan. Makanya di era sekarang ini mengapa Gen Z enggan menikah? Menurut Denny Hen, Gen Z masih menikmati kebebasan sehingga belum siap berkomitmen dalam pernikahan. “Kebebasan dan kesenangan yang di gembar-gemborkan dalam sosial media akan meningkatkan keinginan untuk meraih-nya, sekalipun itu arti-nya tidak menikah,” tutur Denny Hen. Bagaimana-pun menikah tidak harus terburu-buru bukan? Seperti yang di-nyatakan dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 pernikahan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Tetapi bukan berarti semua harus menikah di umur 19 tahun, nyata-nya semua orang memiliki hak untuk menentukan sendiri kapan kita menikah dan bukan karena keterpaksaan.
Dengan ada-nya fenomena pernikahan dini yang memiliki dampak negatif di antara-nya: Stunting atau berhenti-nya pertumbuhan pada anak, tinggi-nya angka kematian ibu dan bayi, tinggi-nya angka putus sekolah, tinggi-nya angka kemiskinan, dan dampak lain-nya. Di butuhkan pendidikan dan kesadaran Gen Z terkait pernikahan, salah satu-nya penting menerapkan pendidikan seks terhadap anak untuk mencegah hubungan seks di luar nikah, dan pergaulan bebas. Meski di era digitalisasi saat ini telah membawa arus budaya yang bukan menjadi budaya Indonesia, diperlukan ada-nya kesadaran seluruh kalangan dalam pemanfaatan digital (media masa). Larangan menikah dini berserta batasan usia-nya juga sudah tercatat dalam Undang-Undang Perkawinan, dalam hal larangan ini terdapat pula progam kegiatan kampanye penolakan nikah dini di era saat ini. Seperti penggunaan media masa yang banyak berperan penting serta sebagai jembatan dalam program kegiatan kampanye.
Sebelum menikah atau masih single, sebaik-nya seseorang fokus meraih cita-cita, ilmu, dan karir setinggi mungkin. Mengapa demikian? Karena di masa-masa itulah kalian bisa lebih maksimal dalam mencapai dan menyiapkan masa depan tanpa ada-nya suatu ikatan seperti menikah. Kalian bisa memulai dengan usaha kecil-kecilan, bekerja, serta finansial atau sudah memiliki keuangan yang terjamin (ini peluang mendapat masa depan yang cerah). Menjalin hubungan romantis dengan seseorang layak-nya pasangan, tentu saja sebagian besar memilih menuju pernikahan. Untuk itu kita harus memiliki hubungan yang sehat sebelum menuju ke pernikahan agar terhindar dari toxic relationship (hubungan tidak sehat). Lalu bagaimana cara membangun hubungan sehat tersebut? Dalam membangun hubungan sehat itu sendiri sebenar-nya hanya membutuhkan kepercayaan satu sama lain, mampu berkomunikasi secara terbuka pada pasangan, mampu menyelesaikan masalah jika terdapat konflik, serta memiliki batasan dan ikatan (intimasi).
Kembali membahas tentang pernikahan dini, dalam hal pencegahan-nya pasti terdapat berbagai hambatan dan tantangan dalam sosial maupun budaya. Seperti menurut Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan KemenPPPA, Rohika Kurniadi Sari ada beberapa hal yang menjadi tantangan dalam upaya pencegahan pernikahan anak atau nikah dini, 4 diantara-nya yaitu: Tidak semua anak memiliki resiliensi yang tinggi dan perilaku berisiko pada remaja, bagian dari tradisi dalam masyarakat, belum optimalnya pelaksanaan peraturan yang mendukung pencegahan pernikahan anak, serta belum optimalnya komitmen dan koordinasi pelayanan pencegahan dan penanganan pernikahan anak. Dalam hal tersebut dibutuhkan solusi dalam menangani pernikahan dini, peran pemerintah, keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan akan sangat berpengaruh dalam masalah ini. Pemerintah menangani ini melalui pembatasan usia pernikahan yang sudah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 dan melakukan sosialisasi pernikahan. Sedangkan peran lembaga pendidikan dalam menangani hal ini adalah dengan menggalakkan wajib belajar 12 tahun (Kementerian Pendidikan Dasar duntuknengah berdasarkan Inpres RI Nomor 7 Tahun 2014).
Solusi mengenai pencegahan pernikahan dini juga memerlukan peran generasi-generasi di era digitalisasi sekarang, yaitu dengan melakukan kolaborasi antar generasi (semua ikut berperan). Generasi Berencana (GenRe) merupakan salah satu program yang dikembangkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang bertujuan untuk memberi arahan kepada para remaja Indonesia agar memiliki perencanaan kehidupan yang matang.
Kasus pernikahan dini di Indonesia masih marak terjadi hingga sekarang. Berikut adalah dampak negatif pernikahan dini: Seperti stunting, tinggi-nya angka kematian ibu dan bayi, tinggi-nya angka putus sekolah, tinggi-nya angka kemiskinan, dan dampak lain-nya. Untuk mencegah dampak terjadi, diperlukan media masa untuk strategi kampanye penolakan nikah dini. Namun, karena terdapat hambatan sosial dan budaya seperti tradisi di perlukan peran penting pemerintah dan lembaga pendidikan dalam menangani pernikahan dini, seperti program GenRe dan aturan Undang-Undang. Akan lebih baik jika para generasi sekarang saat ini fokus mencari ilmu setinggi-tinggi-nya dan menyiapkan masa depan mereka, urusan menikah tidak perlu terburu-buru. Generasi muda harus kreatif dan produktif, berpikiran luas, bertanggung jawab, serta siap dalam menuju Indonesia emas 2045, masa depan tanpa batas.
Essay ini ditulis oleh : Griselda Awwaluna Rosyidah dan mendapatkan juara 3 lomba Essay Sekolah Siaga Kependudukan tingkat Kabupaten Nganjuk 2024 yang diadakan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinas PPKB)
Posting Komentar untuk "Gen Z: Mematahkan Stigma Pernikahan Dini Demi Masa Depan Gemilang"